KURANG ANGIN
Sekitar 80 persen persen kecelakaan karena ban, disebabkan kurang angin yang menyebabkan over defleksi. Karena kurang angin selagi menahan berat kendaraan dan penumpang, ban jadi bleber ke samping.
“Yang menapak ke aspal hanya pinggiran ban, bagian tengahnya tertekuk ke atas. Ciri-ciri sering kurang angin, bagian sampingnya lebih cepat habis,” kata Ign. Dwi Triono, departemen head technical service PT Gadjah Tunggal Tbk.
Ban juga lebih mudah pecah dan pelek rusak bila melindas gundukan, lubang atau obyek lain di jalan. Sementara mobil jadi sulit dikontrol. Reaksi jadi lebih lambat dari semestinya karena ban lembek. (foto kempes)
KELEBIHAN ANGIN
Ini juga bisa jadi masalah. Saat kelebihan angin, permukaan ban jadi cembung. Akibatnya, permukaan yang menapak dengan aspal hanya bagian tengahnya saja. Jumlah kontak area dengan jalan makin kecil, akibatnya ban jadi seperti ngambang. Pada kecepatan tinggi handling jadi sulit. Terkena benda, benjolan atau lubang sedikit saja bisa langsung pecah.
TIDAK LAYAK
Pensiunkan kalau kondisi ban sudah enggak layak. Ciri-cirinya; gundul, kembangan aus, retak, apalagi kalau sampai terlihat serat-seratnya. Ban gundul, daya cengkeram atau friction force-nya sudah menurun. Jadi mudah slip, apalagi di permukaan licin atau basah.Ban yang sudah terlihat kawat atau serat-seratnya jelas tidak aman. Kalau langsung menyentuh dan bergesekan dengan permukaan jalan, serat akan terurai. “Padahal serat itu fungsinya seperti tulang di tubuh kita, sebagai penguat. Kalau sudah terurai, ban jadi rawan pecah. Ciri-cirinya, benjolan. Itu akibat tekanan udara ke dinding ban yang sudah tidak bertulang,” terang ketua Tim Tire Adjustment Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia tersebut.
Syarat kelayakan ini juga berlaku untuk ban dalam. Yang kualitasnya kurang, kemampuan memuainya juga terbatas, jadi gampang pecah. Ganti kalau sudah kebanyakan tambalan. Kalau ban luar baru, yang dalam juga harus diganti. Ban dalam yang sudah dipakai jadi memuai, kalau dipasang ke yang baru jadi terlipat dan rawan pecah. (foto ban-ban rusak)
SALAH APLIKASI
Gunakan ban dan pelek yang sesuai. Ban tubeless, mestinya memakai pelek yang khusus untuk ban tersebut. Begitu juga untuk ban tube type (dengan ban dalam). Pelek untuk ban tubeless, punya hump tambahan untuk menahan ban dan mencegah angin keluar. Selain itu, selalu gunakan ban dengan tipe, ukuran, konstruksi (radial atau bias) yang sama. Meskipun bagus, konstruksi beda bikin gampang slip. (foto pelek tubeless)
Hati-hati saat menambal ban. Penambalan mestinya dari dalam ke arah luar. Jadi ketika mendapat tekanan udara, tambalan jadi makin kuat. “Tambalan asal juga bisa merusak steel cord, serat baja ban. Air dan udara bisa merembes masuk lewat tambalan, akibatnya bikin serat karatan dan gampang putus, ban jadi benjol,” papar Dwi. (foto tambalan)
KAPAN MESTI GANTI?
Jangan menunggu botak atau benjol-benjol untuk mengganti ban. Tiap ban punya Tread Wear Indicator (TWI), tanda batas pemakaian. Berupa simbol segitiga dan semacam benjolan di tengah alur, di enam bagian ban. Kalau permukaan ban sudah sama dengan benjolan, artinya ban sudah harus diganti. Kalau terus dipakai, sedikit lagi karet habis dan steel cord bakal bersentuhan langsung dengan permukaan jalan.
TUTUP PENTIL
Meski kecil, bagian ini enggak boleh diabaikan. Tutup pentil mencegah masuknya kotoran ke dalam ban dan udara yang menyelusup keluar. Sebaiknya sekali-kali periksa bagian ini. Tutup pentil terpasang dengan ulir, lama-lama bisa kendor karena getaran saat kendaraan bergerak. “Kalau kendor angin bisa keluar lewat situ. Tutup pentil juga mencegah masuknya kotoran dan air. Kotoran bisa menekan katup udara, lama-lama kayak bocor, angin keluar dari situ,” jelas Dwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar